SEJARAH PAMEKASAN-MADURA (PANEMBAHAN RONGGOSUKOWATI)
A. Sejarah Awal Munculnya Kerajaan di Madura
Pada
zaman dahulu, konon Raja Majapahit mengangkat salah seorang putranya
menjadi Kammi Tuwo di pesisir Madura, yakni di Kabupaten sampang yang di
kenal dengan nama Ki Ario Lembu Peteng.
Dalam
Babad Madura disebutkan bahwa Ki Ario Lembu Peteng inilah yang
menurunkan Raja-raja di madura bagian Barat, Ki Aio Lembu Peteng yang
beragama budha kemudian masuk islam dan wafat di Ampel sebelum
mengislamkan putra-putranya.
Sebagai
gantinya di angkatlah putranya yang bernana Ario Menger menjadi Kami
Tuwo, dan semasa hidup ayahnya, adiknya yang bernama Ario Mengo
diperintah untuk membabat hutan di sebelah timur Madegan. Oleh karena
itu, ia bersama pengikutnya menyusuri selat madura bagian selatan karena
jalan itulah yang mereka aggap paling aman dari binatang buas.
Di
suatu tempat, rombongan Ki Ario Mengo beristirahat, karena tempat yang
di singgahi cukup bagus, pepohonan rindang, sejuk, dan terdapat mata
air. Timbullah keinginan untuk menetap di situ, kemudian Ki Ario Mengo
memeritahkan pengikutnya untuk membabat hutan adan menyuruh pengikutnya
untuk membangun rumah dan pagar, yang pintunya terletak di sebelah utara
(daja bahasa madura). Demikianlah berdiri keraton kecil yang di beri nama keraton lawangan daya.
Keraton
itu semakin lama semakin maju, akhirnya melebihi tempat kelahirannya
sendiri, karena Ki Ario Mengo dapat memimpin rakyatnya dengan adi dan
bijaksana, sehingga rakyat makmur dan tertur. Masyarakat yang bertempat
tinggal di dekat keraton pun berduyun-menghadap untuk mengabdi
kepadanya, demikian pula di antara keluarganya yang tinggal di madegan
berdatangan dan menetap di Keraton Lawangan Daya.
B. Asal Nama Kota Pamekasan.
Ki
Ario Mengo memiliki seorang putri tunggal yang bernama Nyi Banu. Mia
tumbuh menjadi putri yang cerdas dan rupawan, setelah ayahnya wafat, Nyi
Banu naik tahta dengan gelar Ratu Pawelingan atau Ratu Pawekasan,
karena ia merupakan satu-satunya putri yang menggantikan ayahhandanya,
sehingga membuat nama dan keratonya menjadi mashur, dan akhirnya keraton
tersebut di kenal dengan nama keraton pamekasan.
Syahdan
menceritakan bahwa penggantian nama pawelingan menjadi pamekasan
berasalo dari cerita Kek Lesap, sebenarnya ia adalah putra selir
Pangeran Cakraningrat V, yaitu Raja Bangkalan. Akan tetapi ia tidak di
akui sebagai anak kandungnya, akan tetapi dia tetap memaksakan dirinya
untuk mengabdi kepada ayahnya menjadi tukang kuda keraton yang setiap
hari harus menyiapkan kuda untuk kompeni belanda.
Akan
tetapi Kek Lesap tidak menyukai kerja sama yang di lakukan oleh
ayahandanya dengan belanda sehingga dia pergi meninggalkan keraton untuk
mengaji, oleh karena ia anak yang cerdas, maka dia di jadikan pembantu
oleh kiainya. Pengalam pahitnya ketika di keraton dan kebenciannya
terhadap belanda, akhirnya ia bertapa ke gunung Geger di daerah
Arosbaya, setelah lama di sana ia pindah ke gunung Payudan di daerah
Guluk-guluk Sumenep. Di tempat baru inilah berbulan-bulan ia tidak
keluar, ia menyatukan diri dengan Yang Maha Pencipta dengan jalan
melupakan makan, minum dan tidur.
Kek
Lesap kemudian memiliki kekuatan batin dan memperoleh senjata ampuh
berupa celurit kecil yang di beri nama Kodhi’ Crangcang. Yang dengan
senjata itu dia tidak takut untuk melawan belanda yangtelah menguasai
bupati di daerah madura, dan dia tidak merasa hawatir untuk melawan
senjata milik ayahnya.
Setelah
Kek Lesap turun dari pertapaanya, ia mempengaruhi pendduk Gulu-guluk
dan sekitarnya untuk melawan kompeni belanda dan keraton sumenep,
mendebgan maksud Kek Lesap itu, Raden Alza yang bergelar Pangeran Cokro
ningrat III, yakni Raja Sumenep hawatir untuk melawanyan, dia lari
meloloskan diri untuk meminta bantuan kepada kompeni belanda di
surabaya.
Di
sumenep tidak ada perlawan, sehingga Kek Lesap dapat menguasai keraton
sumenep dengan mudah, peristiwa itu terjadi pada tahun 1750. Dari
laporan Raden Alza tersebut, kemudia Kompeni belanda mempersiapkan
pasukannya di madura barat.
Dari
sumenep Kek Lesap pergi ke arah barat, kebetulan bupatinya (Adikoro
IV)sedang pergi melaporkan ke semarang dan dalam perjalanan pulang dia
singgah di rumah mertuanya (Cakraningrat V). ia hanya memberi pesan
kepada patihnya untuk diberitahukan bahwa daerah kekuasaan Radel Alza
telah di tahlukkan. Dari pesan inilah agaknya kata Pawekasan menjadi
Pamekasan.
C. Keraton Mandilaras
Setelah
pangeran Lendhu wafat, hampir seluruh rakyat pamekasan sudah memeluk
islam, kemudian Pangeran Ronggosukowati naik tahta pada tahun 1530.
Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, beliau merekontruksi kota pamekasan
hingga setaraf dengan kota-kota yang lain, hasil karyanya yaitu:
1. Keraton
Mandilaras dan gedung Pemerintahan, sejak pemerintahan Pangeran
Ronggosukowati inilah terbentuknya suatu pemerintahan yang terorganisir,
tertib dan teratur.
2. Masjid jamik sebagai tempat peribadatan.
3. Tangsi (asrama) Prajurit di sebelah timur keraton, sebagai tempat pendidikan para pemuda dan calon prajurit yang tangguh.
4. Rumah Penjara yang tempatnya agak jauh dari keraton.
5. Jalan silang di tengah-tengah kota Pamekasan, dan di sebelah timurnya ada kebun Raja.
6. Makam umum yang berada sebelah utara agak jauh di belakang keraton.
7. Kolam ikan yang diberi nama Si Ko’ol.
Dengan
adanya keraton Mandilaras tersebut Pamekasan menjadi semakin mashur,
banyak masyarakat yang mengagung-agungkan keindahan ndan kemegahannya,
Selain
itu Pangeran Ronggosukowati memiliki keris yang sangat ampuh, yang
konon menurut salah satu sumber lisan menyebutkan bahwa keris tersebut
merupakan pemberian dari mahluk ghaib (sebangsa jin), dalam sebuah
riwayat bahwa Pangeran Ronggosukowati selama tujuh hari kedatangan
pemuda yang membawa bagian-bagian keris, pemuda tersebut tidak mau
menyebutkan nama dan tempat asalnya, setelah pemuda tersebut selesai
memberikian bagian keris kepada Pangeran, pemuda tersebut langsung
menghilang.
Setelah
bagian keris tersebut terkumpul, Pangeran Ronggo sukowati memanggil
seorang empu keris yang tersohor untuk merakit bagian-bagian keris itu,
setelah selesai terbentuklah sebilah keris yang berpamor “tunggal kukus”
yang di beri nama keris “Joko Piturun”.
Menurut
keteran salah seorang juru kunci pemakaman ronggosukowati, bapak H.
Tahir menyebutkan, bahwa keris itu terbang mendatangi makam panembahan
Ronggosukowati pada malam hari tiap waktu tertentu kembali ketika henda
fajar. Menurutnya, bahwa dahulu keraton dari bangkalan berniat untuk
menjajah kota pamekasan, dalam artian keraton bangkalan ingin mengambil
keris Joko Piturun yang merupakan paku bumi Pamekasan, Akan tetapi tidak
berhasil. Sehingga menyebabkan pangeran Lemah Duwur meninggal.
Menurut keterangan lain, wafatnya pangeran Lemah Duwur dikarenakan kesalah fahaman dengan Pangeran Ronggosukowati.
ketika
Pangeran Lemah Duwur pergi berkunjung ke keraton mandilaras, di sana
beliau dan pengikutnya di sambut dengan sangat baik, Pangeran Lemah
Duwur yang masih memiliki hubungan kekeluargaan dengan Pangeran
Ronggosukowati. Pergi berkeliling keraton untuk melihat kemegahan
keraton mandilaras.
Setelah
agak lama berada di Pamekasan, karena perjalan kembali cukup jauh, maka
keluarga Keraton mempersilahkan rombongan Pangeran Lemah Duwur untuk
bermalam di pamekasan, Pangeran Ronggosukowati mempersilahkan rombongan
tersebut beristirahat di pesanggrahan yang letaknya tidak jauh dari
kolam si Ko’ol.
Karena
hanya kolam itu yang belum di lihat oleh Pangeran Lemah Duwur, kemudian
ia mengajak rombongannya untuk melihat kolam itu tanpa sepengetahuan
Pangeran Ronggosukowati karena beliau masih ada dalam keraton,
Sesampainya
di kolam tersebut beliau meminta izin kepada penjaganya untuk masuk
melihat-lihat, akan tetapi penjaganya tidak memperbolehkan masuk tanpa
izin dari Pangeran Ronggosukowati.
Kemudian
penjaganya tersebut pergi menemui Pangeran Ronggosukowati yang ada di
keraton untuk meminta izin, tapi Pangeran masih tertidur, sehingga
penjaganya merasa sungkan untuk membangunkannya, karena menunggu sangat
lama, Pangeran Lemah Duwur merasa bahwa Pangeran Ronggosukowati tidak
mengizunkannya untuk masuk ke kolanm itu, akhirnya rombongan tersebut
pulang tanpa sepengatuhan Pangeran Ronggosukowati.
Pangeran
Ronggosukowati marah dan kecewa langsung menghunuskan kerisnya karena
merasa hal itu merupakan suatu penghinaan, kemudian Pangeran
Ronggosukowati segera bergegas menyusulnya, di tengah perjalan Pangeran
Ronggosukowati bertemu dengan adiknya yang menjadi adipati sampang.
beliau memberitahukan maksudnya kepada adipati Madegan, kemudian adipati
tersebut menyarankan agar Pangeran Ronggosukowati mengurungkan niatnya
dan beristihahat di Madegan.
Karena
ia menuruti nasehat adiknya, Beliau hanya menusukkan kerisnya pada
pohon waru seraya mengatakan, “ wahai pohon waru, sebenarnya aku tidak
bermaksud membunuhmu, akan tepapi dengan keris sakti Joko Piturun ini
kubunuh Pangeran Lemah Duwur.
Pada
malam itu juga Pangeran Lemah Duwur bermimpi kejatuhan keris
Ronggosukowati yang menancap di punggungnya, ajaib sekali ketia bangun,
badannya terasa panas yang di sebabkan oleh bisul kecil di punggungnya,
bisul itu semakin lama semakin memerah dan membesar, keesokan harinya di
seluruh madura tersia bahwa Pangeran Lemah Duwur telah wafat.
Mendengar
hal itu Pangeran Ronggosukowati merasa mesnyesal dan membuang keris
saktinya ke kolam Si Ko’ol, setelah keris itu menyentuh air, terdengar
suara ghaib “Pangeran Ronggosukowati, sayang engkau membuangku, kalau
tidak, pasti pulau jawa akan berada di bawa kekuasaanmu,”
Kemudian pangeran menyuruh semua orang untuk mencari keris itu, akan tetapi keris itu hingga sekarang belum di temukan.
D. Pemakaman Panembahan Ronggosukowati
Jika
kita mengunjungi pemakaman Pangeran Ronggosukowati yang terletak di
jalan Ronggosukowati tepat di sebelah baratnya pasar kolpajung (yang
dulunya merupakan lokasi kolam seko’ol). Maka di lihat dari gerbangnya
saja sudah di ketahui bahwa lokasi itu merupakan tempat keramat, dari
corak arsitekturnya terdapat ornamen cina seperti ukiran buka teratai
emas yang terletak di pintu gerbang luarnya, dan atap nya lebih condong
kepada corak hindu.
Setelah
masuk lebih dalam sedikit, maka terdapat banyak sekali makam, akan
tetapi itu semua merukan areal pemakan umum, kecuali memang ada beberapa
kuburan kuno, salah satunya yakni kuburan yang berada di pojok sebelah
timur, yang merupakan kuburan Kyai Pamorogen, Belia merupakan guru ngaji
Putra Pangeran Ronggosukowati, selanjutnya lebih kedalam lagi, akan
ada gapura yang berdiri kokoh, bentuk gapura di bagian dalam hampir
mirip dengan gapura peninggalan majapahit, hal itu tidak mengherankan
karena keraton Mandilaras merupakan kerajaan islam bernuansa Majapahit.
nah di lokasi itulah para putra Pangeran Ronggosukowat di makamkan,
yakni di sebelah barat adalah makam Raden Jimat, kemudia di tengah
merupakan makam Raden Pacar, kemudia agak ketimur sedikit, adalah makam
Pangeran Purboyo.
Pangeran
Agung Zimat dan Raden Ayu Pacar adalah Putra Pangeran Ronggosukowati
dengan Ratu Inten atau Raden Ayu Kumala Intan yang merupakan keturunan
Raden Paku atau Sunan Giri, akan tetapi Raden Ayu Pacar wafat di usia
muda, sehingga tidak dapat meneruskan perjuangan Ayahandanya.
Gambar 1.1
Makam Pangeran Agung Zimat
Jika
kita perhatikan makam Pangeran Agung Zimat dan Raden Ayu Pacar, akan
nampak jelas peninggalan prasasti Majapahit yang merupakan kerajaan
bercorak Hindu-Budha, dari ukiran badan makam yang menyerupai ornamen
candi. tapi, bentuk nisannya sudah bercorak islam, begitupun dengan
makam Raden Ayu Pacar, meski sudah ada bagian yang rusak karena di makan
usia, tapi peninggalan sisa-sisa majapahitnya masih nampak jelas.
Dari
kedua makam putra Pangeran Ronggosukowati tersebut memiliki corak hindu
dan islam, kecuali makam Raden Purbaya, yang sudah bernuansa islam.
Menurut
keterangan Juru Kunci pemakaman, H. Tahir; Pangeran Purboyo merupakan
keturunan Pangeran Ronggosukowati dengan seorang Selir yaitu Rato Ebu
Bangkalan. Akan tetapi keterangan ini sangat lemah, dan ada kemungkinan
keliru. Karena menurut sumber sejarah lain, salah satunya Babad Sampang,
di dalamnya terdapat keterangan bahwa Ratu Ebu atau yang kita kenal
dengan sebutan Syarifah Ambami merupakan Istri Pangeran Cakraningrat I,
berikut akan kami paparkan skema silsilah Panembahan Ranggasukowati.
SKEMA SILSILAH PANEMBAHAN RONGGOSUKOWATI
Gambar 1.2
Skema silsilah Panembahan Ronggosukowati
Dari
skema diatas menyebutkan bahwa Pangeran Ronggosukowati memiliki
hubunagn darah dengan Ken Arok (1222-1247) Raja Singosari dengan gelar
Rajasa Sang Amuwabumi dan merupakan keturunan Raja Majapahit pertama,
yakni Raden Wijaya (1328-1350) yang bergelar Kertarajasa Jayawadhana.
Jadi sangat wajar ketika Mataram berhasil menguasai Majapahit, dan
hendak meperluas daerah kekuasaannya. seluruh kerajaan di Madura
termasuk salah satunya adalah Pamekasan tidak mau tunduk dan tetap
mempertahankan kekuasaan dan budaya Majapahit sebagai budaya warisan,
bersatunya seluruh kerajaan di Madura dilatar belakangi karena semua
Raja tersebut masih memiliki hubungan kekeluargaan, yakni sama-sama
keturunan Majapahit
Selanjutnya
akan kita temui gapura ketiga, yaitu tempat raja Ronggosukowat berserta
Istrinya Ratu Inten dimakamkan, letak makam Raja terletak di tengah,
bentuk arsutektur kuburannya pun berbeda dengan kuburan yang lain, hal
ini dimaksudkan untuk membedakan kuburan Raja dengan kuburan yang lain
dan sebagai bentuk penghormatan kepada sang Raja. kuburan Panembahan
Ronggo sukowati terletak lebih tinggi dan berada dalam bagunan yang
dihias oleh ukiran kayu. bentuk makamnya terlihat amat besar dan megah
seperti tiga buah makam yang di satukan secara bertingkat, bentuk
arsiteknya bercorak hindu dan islam, corak hindu terpat pada bentuk
badan makam, dan corak keislamannya di ketahui dengan melihat batu
nisannya.
Gambar 1.5
Makam Panembahan Ronggosukowati
Di sebelah kanan makam Panembahan Ronggosukowati terdapat makam istrinya, yakni Ratu Inten. Yang sudah bercorak islam.
Gambar 1.3
Makam Raden Ayu Kumala Intan (Ratu Inten)
Penempatan
makam tersebut bukan tanpa alasan. Jika kita lihat secara keseluruhan,
maka dapat diketahui bahwa penempatan letak maka-makam tersebut seperti
barisan perang atau posisi catur, dimana prajurit diletakkan di bagian
depan, selanjutnya merupakan barisan para panglima, patih atau Putra
Mahkora, selanjutnya di bagian akhir merupakan posisi Sang Raja.
DAFTAR PUSTAKA
R.P. Ghazali Al Farouk, Pangeran Ronggosukowati Pendiri Kota Pamekasan Pada Tahun 1530, Surabaya: Karunia, Tth.
Hosnanijatun, Babad Sampang, t.t: Naskah t.p, tt.
Taher, Juru Kunci Pemakaman Ronggosukowati Pamekasan, Wawancara Langsung, (24 Oktober 2011).